Kekeringan dan banjir telah menjadi persoalan klasik di Jawa Tengah.
Sejumlah daerah di Jawa Tengah lekat sebagai daerah langganan banjir,
sedangkan beberapa daerah lainnya menjadi daerah rawan kekeringan.
Banjir
umumnya terjadi karena buruknya tata kelola kota. Banyak saluran air
yang mestinya berfungsi mengalirkan air justru tersumbat karena tidak
terpelihara. Akibatnya, ketika hujan atau rob datang air tumpah ke jalan
dan permukiman.
Berbeda dengan itu, kekeringan umumnya
disebabkan oleh kerusakan lingkungan yang sistemik. Rusaknya daerah
aliran sungai karena alihfungsi lahan membuat mata air kering.
Akibatnya, ketika musim kemarau tiba, mata air sama sekali tidak keluar.
Pegunungan
Namun,
di dusun Sikandri, desa Petuguran, Punggelan, Banjarnegara kekeringan
terjadi karena letak daerah tersebut persis di atas punggung bukti.
Meski hutan damar dan pinus di sekitarnya terjaga dengan baik, dusun ini
menjadi dusun paling rawan kekeringan. Pada musim hujan saja mereka
tidak bisa mengalirkan air ke rumah, terlebih jika musim kemarau tiba.
Dusun
Sikandri terletak sekitar 30 kilometer arah utara kota Banjarnegara.
Tercatat, dusun ini dihuni lebih dari 100 kepala keluarga. Selama ini
mereka memanfaatkan sendang di hutan untuk keperluan MCK. Supaya
memiliki stok air di rumah, mereka harus ngangsu memikul air dengan
ember dan derigen dari sendang.
Sekitar tahun 2004 Sikandri
sebenarnya telah mendapatkan fasilitas pompa air dari Dinas Pekerjaa
Umum supaya air dari lembah bisa dinaikkan ke perkampungan. Namun alat
itu sekarang tidak berfungsi lagi. Pompa air ditengarai rusak, sedangkan
bak penampungan mangkrak. Akibatnya, penduduk Sikandri harus ke sendang
jika sewaktu-waktu memerlukan air.
Di Sikandri, hingga saat ini
masih bisa dijumpai penduduk yang memikul air pada pagi dan sore hari.
Pagi hari mereka membersihkan badan, mencucui, atau sekadar buang air di
sendang, dan pulang memikul air. Begitupun pada sore hari, mereka
membersihkan badan dan pulang memikul air. Karena sendang yang
mengalirkan air hanya dua tempat, pagi dan sore hari terkadang mereka
harus antri.
Melihat pemandangan seperti itu, penulis sempat
berpikir sebaiknya penduduk Sikandri direlokasi. Sebab, dalam benak
penulis, sampai jangka waktu yang sangat lama pun penduduk Sikandri akan
kesulitan air. Tetapi cara ini mustahil di tempuh karena banyaknya
kepala keluarga yang tinggal di sana. Apalagi aset berupa tanah dan
bangunan tidak mungkin ditinggalkan.
Karena itulah, supaya
penduduk Sikandri bisa menikmati air, perlu dilakukan langkah besar.
Karena pompa air terbukti tidak bisa difungsikan, di Sikandri perlu
dibuat embung penampung air hujan atau pembuatan biopori dalam jumlah
besar. Keduanya digunakan sebagai penampung air saat musim hujan sebagai
stok menghadapi kemarau.
Mengundang Peneliti
Namun,
gagasan membuat embung dan biopori tentu saja memerlukan riset panjang
selain dana besar. Jika suatu saat pemerintah beritikad membuatnya, para
ahli tanah dan air harus diundang melihat fenomena yang terjadi
Sikandri.
Sikandri terletak di atas punggung bukit. Sumber air
terdekat yang selama ini dimanfaatkan pendudk sekitar 1 kilometer di
bawah perkampungan. Di sekitar dusun tersebut hutan damar masih terjaga
dengan baik. Pohon-pohon damar itu bahkan tumbuh menjulang, mencapai
ketinggian mencapai 40 meter.
Minimnya sumber air membuat
pertanian di Sikandri sulit berkembang. Penduduk di sana, sebagaimana
penduduk Petuguran umumnya, berkebun dan berternak. Komoditas yang
paling digemari adalah kayu sengon karena dianggap tahan dalam tanah
yang kering. Hasil pertanian berupa pisang dan kapolaga masih sulit
dikembangkan.
Ketika mengamati kondisi Srikandi; tanahnya yang
kering, serta antrian penduduk menunggu giliran mandi, penulis sempat
membatin, kenapa kondisi seperti ini dialami penduduk Sikandri. Padahal,
sebagai salah satu kebutuhan primer, air mestinya bisa didapatkan
dengan mudah.
Penulis juga sempat berandai-andai, suatu saat akan
digelar kompetisi tata air di Sikandri yang bisa diikuti mahasiswa
teknik seluruh Indonesia. Mereka diberi kesempatan melakukan riset di
sana, dan dipersilakkan mengajukan solusi. Pemenang kompetisi tersebut,
yang memiliki rencana pembangunan paling baik mendapat hibah dari
pemerintah untuk merealisasikan rencanannya.
Khayalan penulis
muncul karena selama ini banyak perlombaan tata kota banyak dihelat.
Kompteisi tersebut bahkan biasanya melibatkan para penEliti handal
dengan hadiah ratusan juta rupiah.
Di samping itu, banyak hasil
penelitian berupa skripsi, tesis, maupun disertasi yang membahas
pengelolaan air dihasilkan mahasiswa. Jika suatu saat ada mahasiswa yang
melakukan penelitian di Sikandri dan berani mengajukan konsep mengatasi
krisis air di sana, pemerintah tentu perlu mempertimbangkan
pendanaannya. Sebab penduduk Sikandri memerlukannya.
Surahmat, warga Dusun Sampan, Petuguran
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar