15.12.12

PNS Terlibat Illegal Logging Diminta Diusut

Komisi A DPRD meminta Pemkab untuk segera menuntaskan kasus illegal logging yang terjadi beberapa waktu lalu di wilayah Kecamatan Punggelan.

Penuntasan kasus tersebut meliputi pengusutan keterlibatan oknum pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkab. Jika terbukti, oknum tersebut harus dikenai sanksi yang tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengusutan keterlibatan oknum PNS ini sebagai langkah untuk memutus mata rantai jaringan illegal logging di Banjarnegara.


Demikian salah satu rekomendasi Komisi A DPRD Banjarnegara setelah mengadakan rapat koordinasi dengan Wakil Bupati Hadi Supeno dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banjarnegara di ruang rapat Komisi A, Kamis (21/7).

Menurut keterangan Ketua Komisi A Budi Sukarso, rekomendasi tersebut dikeluarkan setelah melalui pengumpulan data-data dan mendengar penjelasan beberapa pihak dalam rapat-rapat sebelumnya. Antara lain penjelasan dari Kades Mlaya Asrofi, Kades Tlaga Martomo, Kades Petuguran Sukartono, dan Camat Punggelan Imam Purwadi.

Selain merekomendasikan hal itu, Komisi A meminta Pemkab untuk segera menindaklanjuti permohonan kepemilikan tanah negara bebas (status quo) dari tiga desa, yakni Mlaya, Tlaga, dan Petuguran di wilayah Kecamatan Punggelan kepada Menteri Kehutanan. Bila permohonan itu gagal maka Pemkab bisa menempuh jalur hukum seperti kesepakatan dalam pertemuan antara warga Desa Mlaya dan Perhutani yang difasilitasi Wakil Bupati Hadi Supeno, beberapa waktu lalu.

Kronologi
Dalam rapat koordinasi kemarin, Wakil Bupati Hadi Supeno yang sejak awal menjadi fasilitator kasus sengketa tanah antara warga Desa Mlaya, Kecamatan Punggelan dan Perum Perhutani KPH Banyumas Timur menceritakan kronologi peristiwanya.

Menurut penuturan dia, sengketa tanah Mlaya-Perhutani bermula ketika warga Desa Mlaya hendak membangun balai desa tetapi tidak memilik tanah. Oleh beberapa warga desa, ujar dia, tanah seluas 0,78 hektare yang sekarang ditanami pinus oleh Perhutani, dahulu adalah tanah negara. Berdasarkan asumsi itu lantas warga menebangi pohon yang lalu dihentikan oleh Perhutani.

''Selanjutnya diadakan beberapa kali pertemuan antara warga Desa Mlaya dan Perhutani sampai dengan pertemuan 17 Maret. Dalam pertemuan itu disepakati tanah yang disengketakan ber-status quo dan warga dipersilahkan untuk mengajukan permohonan kepada Menteri Kehutanan atau menempuh jalur hukum,'' ungkap Wabup Hadi Supeno.

Namun, lanjut Wabup, ada pihak yang tidak puas dan memicu aksi penebangan liar di Desa Tlaga dan Petuguran. Mereka, kata dia, adalah pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi. ''Berita selanjutnya adalah illegal logging,'' ujar Wabup.

Kepala Seksi Pengukuran dan Pemetaan BPN Banjarnegara Edi Tamtomo mengemukakan, sengketa terjadi karena Perhutani dan warga Desa Mlaya masing-masing mempunyai dasar. Perhutani mempunyai peta tanahnya yang diperkuat dengan tugu-tugu batas yang setiap 10 tahun sekali diperbarui. Sementara itu, warga Desa Mlaya mempunyai peta pegangan, yakni peta Topografi Kodam (Top Dam) yang menyebutkan tanah 0,78 hektare adalah tanah negara dan bukan milik Perhutani.

''Hanya, peta Top Dam tidak mempunyai dasar hukum kuat bagi BPN untuk mengambil keputusan,'' ujarnya.
Untuk mendukung penyelesaian kasus sengketa tanah yang berkembang menjadi illegal logging, Komisi A meminta BPN untuk proaktif mencari data tentang keabsahan peta tersebut dan prosedur penerbitan serta kegunaannya.

Sumber Berita; Suara Merdeka

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.